Beberapa Kasus Legalisasi Judi Oleh Pemerintah di Indonesia
Mengenal Beberapa Kasus Legalisasi Judi Oleh Pemerintah di Indonesia
Indonesia sejatinya adalah negara yang melarang segala bentuk perjudian. Terwujud melalui Undang-Undang No.7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Negara telah menghapus seluruh praktik perjudian karena bertentangan dengan agama dan moral.
Namun sejarah mengungkapkan fakta menarik, bahwa Indonesia pernah melakukan legalisasi judi sebelum undang-undang itu dibuat. Pemerintah turun langsung menjadi fasilitator perjudian dengan program berkedok undian berhadiah. Tanpa waktu lama, regulasi ini disambut hangat oleh penggila judi di seantero negara.
Legalisasi judi oleh gubernur Ali Sadikin
Tidak berhenti sampai di situ, lagi-lagi ibu kota membuat gempar satu negara. Gubernur Ali Sadikin melegalkan judi dengan skala nasional yang diberi nama Nalo (Nasional Lotere). Ironisnya, legalisasi ini lahir berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 1957 tentang tanggung jawab pemerintah terhadap daerahnya sendiri. Walau menimpulkan pro kontra di era pemerintahannya, gagasan ini mampu membangun perekonomian Jakarta menjadi lebih baik. Kebutuhan masyarakat kala itu dapat terpenuhi berkat dibangunnya berbagai infrastruktur.
Sudah menjadi naluri manusia yang mengharapkan jalan instan dan kemudahan, terutama dalam hal materi yang membuat minat berjudi sangat tinggi. Padahal keuntungan permainan judi hanya mengalir pada pemerintah dan para pihak terkait.
Sejalan dengan ungkapan Presiden Soekarno yang menilai bahwa judi hanyalah instrumen perusak moral bangsa. Berkat pertentangan itu, kegiatan ini berhenti di tahun 1965 ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.133 Tahun 1965 yang menyatakan bahwa Lotere Buntut dan musik “ngak-ngik-ngok” dapat merusak moral bangsa dan masuk dalam kategori subversi.
Dengan dikeluarkannya undang-undang ini, dan didukung oleh kemerosotan sistem pemerintah, undian hadiah Yayasan Rehabilitasi Sosial pun ditutup. Walau sebenarnya hanya berganti nama, tidak benar-benar dihilangkan.
Lahirnya Badan Usaha Undian Harapan
Setelah Yayasan Rehabilitasi Sosial ditumbangkan, lahirlah Badan Usaha Undian Harapan dengan program andalannya Sumbangan Sosial Berhadiah (SSB). Kebijakan baru ini ditengarai tidak benar-benar membasmi judi, melainkan hanya mengganti nama. Bagaimana tidak, skema program SSB adalah mengeluarkan kupon undian berhadiah yang bernama Tanda Sumbangan Sosial Berhadiah (TSSB) atau Kupon Sumbangan Sosial Berhadiah (KSSB).
Undiah SSB berlangsung pada tahun 1979 dengan penyebaran 4 juta kupon di bawah pengelolaan Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS) di Jakarta. Disebut dalam Laporan Kedaulatan Rakyat 27 Maret 1986, undian SSB berhasil mengumpulkan omzet tahunan mencapai 1 triliun rupiah. Hingga tahun 1985 tercatat uang hasial undian sebesar 2,5 miliar, dan 4 juta lembar kupon yang terjual telah digunakan untuk keperluan sosial masyarakat.
Judi olahraga di bawah naungan Porkas
Jenis judi legal lain juga dibuat bersamaan dengan undiah hadiah SSB, yakni Porkas akronim dari Pekan Olahraga dan Ketangkasan. Jika sebelumnya kasus pengundian angka, maka jenis yang satu ini terjadi dalam ranah olahraga sepakbola BK8. Kasus legalisasi judi ini terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Kala itu ia mengirim Menteri Sosial Mintaredja untuk melakukan studi banding ke Inggris guna mempelajari sistem undian berhadiah tanpa menimbulkan image judi.
Seperti kita tahu, negara di Eropa seperti Inggris memang menjadikan judi sebagai aktivitas legal dan normal. Jenis undiah berhadiah di sana telah menggunakan skema perhitungan yang sistematik. Pemerintah Indonesia mencoba meniru konsep perhitungan lotere di negara tersebut. Yang mana lembaga resmi Inggris mengungkapkan bahwa pengundian itu tida semata-mata tebakan saja, melainkan semacam berhitung dengan rumus yang rumit.
Melalui kebijakan baru ini, pemerintah mengklaim bahwa Porkas lebih bersih dari hadiah undiah sebelumnya. Tidak ada tebakan angka dan pembagian kupon, melainkan hanya permainan menebak menang-seri-kalah. Penyebarannya pun dibatasi, yakni hanya pada tingkat kabupaten dengan batasan usia 17 tahun.
Gelombang penolakan legalisasi judi di Indonesia
Bagaimana dengan reaksi masyarakat terhadap Porkas? Walau tidak sedikit yang mendukung program ini, nyatanya sejak awal diresmikan lebih banyak penolakan datang dari masyarakat. Mereka beranggapan bahwa pemerintah hanya membuat kedok bermain judi dibalik inisiasi program kemanusiaan. Sedangkan di pihak berlawanan memandang bahwa program ini adalah solusi tepat untuk membantu permasalahan ekonomi negara. Sebagai reaksi dari gelombang penolakan undian tersebut, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan surat yang dilayangkan kepada pemerintah pusat untuk mengevaluasi Porkas.
Namun ternyata, gelombang protes dari masyarakat semakin membesar. Hingga pada akhirnya membuat pemerintah mengganti Porkas dengan nama lain yakni Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah (KSOB). Kali ini bukan hasil menang-seri-kalah yang dipertaruhkan, melainkan skor pertandingan dengan hadiah utama sebesar 8 juta dan harga kupon 600 rupiah per lembar. Menariknya, undian KSOB justru meraup dana dari masyarakat hingga mencapai 220 milyar sepanjang tahun 1987.
Melihat tidak adanya perubahan yang dilakukan pemerintah, sekitar pertengahan Februari tahun 1986 di Bandung diselenggarkan acara Forum Silaturahmi Ulama dan Cendekiawan Musli Jawa Barat guna membahas agenda penumpasan Porkas. Forum ini dihadiri oleh sejumlah ahli ulama, ahli hukum, dan cendekiawan muslim untuk sepakat mengharamkan Porkas dan KSOB serta mengakategorikannya ke dalam judi.
Forum tersebut menghasilkan penolakan terhadap Porkas yang dituangkan dalam 5 halaman kertas folio serta ditandatangi 100 ulama dan cendekiawan Muslim Jawa Barat. Nama besar seperti ketua MU Jawa Barat KH. Drs. Miftah Farid, Ketua Dewan Dakwah Jawa Barat KH. M. Rusyad Nurdin, mantan Sekjen BKPMI KH. Iping Z. Abidin, Ir. Bambang Pranggono, dan masih banyak lagi. Mereka turut serta memberikan tanda tangan pada hasil keputusan forum tersebut.
Penolakan pun tidak hanya berasal dari kalangan ulama dan cendekiawan, mahasiswa pun gencar melakukan aksi pertentangan. Berawal dari protes mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada 1991 yang menuntu pihak unversitas mengembalikan dana 100 juta rupiah yang diberikan YDBKS untuk membangun sarana pendidikan di lingkungan kampus.
Aksi gelombang protes memuncak ketika massa melakukan pembakaran pada sejumlah kios yang menjual kupon SDSB di Jakarta. Akibat dari geramnya masyarakat karena pemerintah yang lambat mengambil keputusan untuk menarik seluruh kegiatan undian berhadiah tersebut.
Peredaran kupon dan legalisasi judi secara menyeluruh baru dapat dihentikan pada sekitar akhir November 1993. Ketika itu agen perjudian menghentikan peredaran kupon SDSB dan KSOB. Terakhir, di hadapan anggota DPR, Menteri Sosial Endang Kusuma Inten Soewono mengumumkan pembubaran yayasan dan seluruh badan pengelola undian berhadiah di Indonesia.