Kenali Jenis Permainan Judi Tajen yang Membudaya
Mengenal Jenis Permainan Judi Tajen yang Membudaya
Perjudian nyatanya sudah mengakar dalam diri sebagian besar masyarakat Indonesia, menyatu dengan budaya dan menjadi adat-istiadat yang tidak bisa dilepas. Seperti tajen, tradisi masyarakat Bali yang mempertontonkan sabung ayam dalam sebuah event kebudayaan. Di tengah perkembangan zaman yang sudah semakin modern, apa yang membuat kegiatan ini tetap diminati?
Judi sabung ayam adalah kebiasaan yang prakteknya dilarang dalam sudut agama maupun hukum. Namun lain halnya dengan tradisi tajen di Bali yang terkenal dengan keunikannya serta ciri kental ritual keagamaan yang melekat. Untuk menilai tajen harus menggunakan kacamata orang Bali agar dapat memahami mengapa kegiatan ini masih tetap ada sampai sekarang.
Mengenal jenis permainan judi tajen
Pada awalnya, tajen merupakan salah satu ritual keagamaan masyarakat Hindu Bali yang dikenal dengan nama Tabuh Rah atau Perang Sata. Kata “tajen” sendiri berasal dari kata “taijan” yang berarti sejenis pisau tajam seukuran jari telunjuk orang dewasa yang dipasang di kaki ayam yang akan diadu. Taji dipasang pada bagian tubuh ayam untuk melukai ayam lawannya agar menghasilkan darah yang menetes ke tanah. Tetesan darah ini yang disebut Tabuh Rah atau mengalirkan darah suci.
Bagi masyarakat Bali, tajen sudah mendarah daging hingga menjadi satu kewajiban. Itulah kenapa kegiatan ini tidak bisa dipandang sebagai judi sabung ayam biasa. Selain unsur budaya, tajen juga berperan dalam membangun ekonomi warganya.
Tajen dilangsungkan dalam sebuah arena pertandingan sabung ayam yang terletak di beberapa kota di Bali. Dihadiri oleh sedikitnya 2000 laki-laki remaja dan dewasa mengenakan setelan adat putih-putih lengkap dengan udeng. Tampilan yang biasa digunakan untuk sembahyang ke pura, ternyata juga dikenakan untuk melihat sabung ayam.
Istilah di dalam tajen
Arena akan selalu ramai oleh sorak ribuan mulut yang meneriaki ayam jagoannya atau istilah dalam taruhan. “cok, cok.. gasal, gasal” adalah dua istilah yang paling banyak terdengar. Ada juga istilah taruhan lain yang sulit dipahami oleh awam, seperti kangin, kauh, dapang, dan masih banyak lagi.
Nyatanya, istilah tersebut memiliki arti yang berkaitan langsung dengan skala taruhan. Secara singkat, berikut telah kami rangkum beberapa istilah yang paling banyak keluar dari para penonton sabung ayam tajen.
- Cok : merupakan taruhan untuk skala 100 dengan perbandingan 75:100. Jika orang memilih ini, kemenangannya akan mendapat bagian 75, sementara yang kalah harus membayar 100 bagian. Untuk memilihnya, petaruh harus memilih ayam yang paling tangkas agar diberikan pur.
- Gasal dan Dapang : gasal adalah jenis taruhan dengan perbandingan 80:100 sementara dapang memiliki perbandingan 90:100.
- Kangin/Kauh : jenis taruhan seimbang, yakni dengan perbandingan 50:50. Artinya, baik kalah ataupun menang akan mendapat bagian yang sama. Adapun Kangin (timur) dan Kauh (barat) adalah istilah yang menunjuk arah sudut ayam yang bertarung.
Walau terdapat istilah-istilah yang tidak bisa dimengerti dengan sekali duduk, setiap penjudi pasti akan mudah mendapatkan lawan taruhan. Kesepakatan pun terjadi hanya dalam hitungan detik sebelum ayam diadu. Sangat jarang terjadi keributan ketika sepasang ayam mencapai akhir pertarungan. Petaruh yang kalah pasti suka rela membayar kekalahannya pada lawan, tidak pernah protes seperti dalam taruhan judi lain.
Seorang warga Bali yang kedapatan selalu menikmati ritual terbuka itu mengatakan, bahwa tajen adalah soal insting, jika sudah tertarik pasti akan cepat paham dan menikmatinya. Maka tidaklah heran, jika warga lokal Bali memang begitu larut dalam kegiatan budaya ini.
Dimana dan kapan tajen dimainkan?
Biasanya tajen diadakan secara terbuka saat Galungan, usai sembahyang warga di pura desa setempat. Di titik yang sama juga, acara tajen dilangsungkan dengan pengunjung harus membayar karcis 10 ribu per orang pada pecalang desa yang berjaga.
Di tempat itu terdapat bangunan dengan kubah besi berpilar yang akan sesak dengan kumpulan penikmat tajen beserta puluhan kurungan ayam. Menariknya, di luar area seakan-akan menjadi pasar dadakan karena pasti ramai oleh aneka lapak kuliner. Mulai dari nasi, sate, es, dan masih banyak lagi. Dikarenakan even budaya, maka mobilisasi pedagang berlangsung sangat baik, tidak ada rebutan lahan karena semua pihak sudah terikat kontrak sewa.
Mekanisme permainan judi tajen
Pihak petaruh, yakni para pemilik ayam akan mencari calon lawan yang sepadan. Pengadu tersebut akan memegang ayam calon lawan, mengelus bulunya, mengamati pinggul, paha, dan seluruh fisik ayam untuk mengukur kekuatan ayam tersebut.
Ketika sejumlah pasang ayam sudah siap diadu, pertarungan akan diawasi oleh dua orang juri yang duduk di atas sebuah ring atau panggung kecil. Seorang juri bertugas mencatat semua uang taruhan yang masuk di dalam ring, sementar juri lainnya bertugas mengatur waktu. Instrumen pengatur waktu yang digunakan adalah klemong (gong kecil) dan pengukur waktu khas tajen yang terbuat dari ceeng (kulit kelapa) yang dilubangi.
Banyak warga menggantungkan hidup dari judi tajen
Atraksi sabung ayam ini sulit dihentikan walaupun masuk kategori judi dan illegal, pasalnya banyak orang menggantungkan hidup mereka pada tajen. Seperti yang terjadi di Slampangan, Gianyar, terdapat lima kelompok pedagang yang hanya berdagang saat ritual tajen.
Mereka berkeliling sejumlah kota di Bali setiap minggunya untuk mencari acara tajen besar. Di setiap sudut arena tajen, selalu ada pekerja yang memasang taji, membersihkan ayam mati, mengatur karcis, yang masing-masing akan mendapatkan upah sesuai bagiannya.